Sabtu, Desember 12, 2009

Allah Telah Menjelaskan Ushul Dan Furu' Agama Dalam Al-Qur'anul Karim

Anda tentu tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan dalam Al-Qur'an tentang ushul (dasar-dasar) dan furu' (cabang-cabang) agama Islam. Allah telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul sesama manusia seperti tata krama pertemuan, tata cara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu : 'Berlapang-lapanglah dalam majlis', maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu" [Al-Mujaadilah : 11].

Dan firman-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتاً غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (27). فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَداً فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. (27). Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu Kembalilah!' maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". [An-Nuur : 27-28].

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan pula kepada kita dalam Al-Qur'an tentang cara berpakaian. Firman-Nya.

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاء اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ

"Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi) tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka[1] dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan" [An-Nuur : 60].

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu'min :'Hendaklah mereka mengulurkan jilbanya[2] ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang". [Al-Ahzaab : 59].

وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ

"Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasaan yang mereka sembunyikan". [An-Nuur : 31]

وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا

"Dan bukankah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[3], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya". [Al-Baqarah : 189].

Dan masih banyak lagi ayat seperti ini, yang dengan demikian jelaslah bahwa Islam adalah sempurna, mencakup segala aspek kehidupan, tidak perlu ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman Allah Ta'ala tentang Al-Qur'an.

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِّكُلِّ شَيْءٍ

"Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala seuatu". [An-Nahl : 89].

Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik yang menyangkut masalah kehidupan di akhirat maupun masalah kehidupan di dunia, kecuali telah dijelaskan Allah dalam Al-Qur'an secara tegas atau dengan isyarat, secara tersurat maupun tersirat.

Adapun firman Allah Ta'ala.

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلاَّ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

"Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al-kitab. Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan". [Al-An'aam : 38].

Ada yang menafsirkan ''Al-Kitab" disini adalah Al-Qur'an. Padahal sebenarnya yang dimaksud yaitu "Lauh Mahfuzh" . Karena apa yang dinyatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang Al-Qur'an dalam firman-Nya : "Artinya : Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu". lebih tegas dan lebih jelas daripada yang dinyatakan dalam firman-Nya :

"Artinya : Tidaklah Kami alpakan sesuatupun di dalam al-kitab".

Mungkin ada orang yang bertanya : "Adakah ayat di dalam Al-Qur'an yang menjelaskan jumlah shalat lima waktu berikut bilangan raka'at tiap-tiap shalat ? Bagaimanakah dengan firman Allah yang menjelaskan bahwa Al-Qur'an diturunkan untuk menerangkan segala sesuatu, padahal kita tidak menemukan ayat yang menjelaskan bilangan raka'at tiap-tiap shalat ?".

Jawabnya : Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan di dalam Al-Qur'an bahwasanya kita di wajibkan mengambil dan mengikuti segala apa yang telah disabdakan dan ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan atas firman Allah Ta'ala.

مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ

"Siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah" [An-Nisaa : 80].

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". [Al-Hasyr : 7].

Maka segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya Al-Qur'an telah menunjukkannya pula. Karena sunnah termasuk juga wahyu yang diturunkan dan diajarkan oleh Allah kepada Rasulullah Shalallallahu 'alaihi wa sallam.

Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.

وَأَنزَلَ اللّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

"Dan Allah telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) kepadamu". [An-Nisaa : 113].

Dengan demikian, apa yang disebutkan dalam sunnah maka sebenarnya telah disebutkan pula dalam Al-Qur'an.

Sumber: Kesempurnaan Islam & bahaya Bid'ah, Syeikh Utsaimin rhm

-------------------------
Foote Note.

[1] Maksudnya : Pakaian luar, yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.

[2] Jilbab sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

[3] Pada masa Jahiliyah, orang-orang yang berihram di waktu haji mereka memasuki rumahnya dari belakang, bukan dari depan. Hal ini ditanyakan oleh para sahabat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka turunlah ayat ini sebagai penjelas.

Selasa, Desember 01, 2009

PRINSIP AKIDAH ISLAM


Aqidah Islam dasarnya adalah iman kepada Allah, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada para rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Dasar-dasar ini telah ditunjukkan oleh Kitabullah dan sunnah rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Allah berfirman dalam kitab suci-Nya.

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebaikan, akan tetapi sesunggunya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi ." [Al-Baqarah: 177]

Dalam soal takdir, Allah berfirman.

" Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran, dan perintah Kami hanyalah sesuatu menurut ukuran, dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata." [Al-Qomar: 49-50]

Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda dalam sunnahnya sebagai jawaban terhadap malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman:

" Iman adalah engkau mengimani Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kemudian, dan mengimani takdir yang baik dan yang buruk." [Hadits Riwayat Muslim]

IMAN KEPADA ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA

Iman kepada Allah mengandung empat unsur:

[A] Mengimani Wujud Allah Subhanahu wa Ta'ala

Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara', dan indera.

1) Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi" [Hadits Riwayat Al-Bukhari]

2) Adapun bukti akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin menciptakan dirinya sendiri, dan tidak pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.

Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan karena setiap yang diciptakan pasti mebutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.

Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Robb semesta alam.

Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath'i dalam surat Ath Thuur:

" Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?" [Ath Thuur: 35]

Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ketika Jubair bin Muth'im mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang tengah membaca surat Ath Thuur dan sampai kepada ayat-ayat ini:

" Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, atukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Robbmu atau merekakah yang berkuasa?" [Ath Thuur: 35-37]

Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata, "Hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku." [Hadits Riwayat Al-Bukhari]

Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seseorang berkata kepada Anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan kepada Anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti Anda tidak akan mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan dungu. Kini kami bertanya kepada Anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang berada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?!

3) Bukti syara' tentang wujud Allah Subhanahu wa Ta'ala bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb Yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu.

4) Bukti inderawi tentang wujud Allah Subhanahu wa Ta'ala dapat dibagi menjadi dua:

a) Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Allah berfirman:

" Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar." [Al Anbiya: 76]

"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu : Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut" [Al Anfaal: 9]

Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Pernah ada seorang Badui datang pada hari Jum'at. Pada waktu itu Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata' "Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mengatasi kesulitan kami." Rasulullah lalu mengangkat kedua tanganya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada Jum'at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata, "Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah." Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa: "Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami." Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa hujan)." [Hadits Riwayat Al Bukhari]

b. Tanda-tanda para nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang wujud Yang Mengurus para nabi tersebut, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia, Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul.

Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa 'Alaihis Sallam untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman.

" Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.: Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar." [Asy Syu'araa: 63]

Contoh kedua adalah mukjizat Nabi Isa 'Alaihis Sallam ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan izin Allah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

" dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah " [Ali Imran: 49]

" dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup) dengan izin-Ku " [Al Maidah :110]

Contoh ketiga adalah mukjizat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ketika kaum Quraisy meminta tanda atau mukjizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang hal ini.

" Telah dekat (datangnya) saat (kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus-menerus." [Al-Qomar: 1-2]

Tanda-tanda yang diberikan Allah, untuk memperkuat para rasul-Nya dan sebagai pertolongan atas mereka, menunjukkan dengan pasti akan keberadaan Allah Subhanahu wa Taala.

  1. Mengimani Rububiyah Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Mengimani rububiyah Allah Subhanahu wa Ta'ala maksudnya mengimani sepenuhnya bahwa Dia-lah Robb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagi-Nya.

Robb adalah yang berhak menciptakan, memiliki serta memerintah. Jadi tidak ada Pencipta selain Allah, tidak ada pemilik selain Allah, dan tidak ada perintah selain perintah dari-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:

" Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanya hak Allah. Mahasuci Allah, Robb semesta Allah." [Al A'raaf : 54]

" Yang (berbuat) demikian itulah Allah Robbmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari." [Faathir : 13]


Tidak ada makhluk yang mengingkari kerububiyahan Allah Subhanahu wa Ta'ala, kecuali orang yang congkak sedang ia tidak meyakini kebenaran ucapannya, seperti yang dilakukan Fir'aun ketika berkata kepada kaumnya. "Akulah tuhanmu yang paling tinggi." [An Naazi'at : 24]

dan juga ketika berkata: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." [Al Qashash : 38]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

" Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya." [An Naml : 14]

Nabi Musa berkata kepada Fir'aun: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Robb Yang Memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir'aun, seorang yang akan binasa." [Al Israa': 102]

Oleh karena itu, sebenarnya orang-orang musyrik mengakui rububiyah Allah, meskipun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah (penghambaan). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

" Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah yang memiliki langit yang tujuh dan Yang mempunyai 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertaqwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala ssesuatu, sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dililndungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" [Al Mu'minuun: 84-89]

"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab, "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." [Az Zukhruf : 9]

" Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka?", niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?" [Az-Zukhruf : 87]

Perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah syara' (syar'i). Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus perkara, sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Dia juga pemutus peraturan-peraturan ibadah serta hukum-hukum muamalat sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Oleh karena itu siapa menyekutukan Allah dengan seorang pemutus ibadah atau pemutus muamalat, maka dia berarti telah menyekutukan Allah serta tidak mengimani-Nya.

  1. Mengimani Uluhiyah Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Artinya, benar-benar mengimani bahwa Dia-lah ilah yang benar dan satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Al ilah artinya "al ma'luh", yakni sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan serta pengagungan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

" Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan melainkan Dia. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." [Al Baqarah: 163]

" Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [Ali Imran: 18]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Lata, Uzza, dan Manat yang disebut sebagai Tuhan, namun tidak diberi hak uluhiyah.

Allah Ta'ala berfirman.

" Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya " [An Najm : 23]

Setiap sesuatu yang disembah selain Allah, uluhiyahnya adalah batil.


Allah Ta'ala berfirman.

"(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." [Al Hajj : 62]

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman tentang Nabi Yusuf yang berkata kepada dua temannya di penjara.

" Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah, kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu " [Yususf : 40]

Oleh karena itu para rasul alaihimussalam berkata kepada kaum-kaumnya:

"Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?" [Al Mu'minuun : 32]

Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja mengambil tuhan selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka menyembah meminta bantuan dan pertolongan kepada tuhan-tuhan itu dengan menyekutukan Allah.

Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan orang-orang musyrik ini telah dibatalkan oleh Allah dengan dua bukti:

a. Tuhan-tuhan yang diambil tidak mempunyai keistimewaan uluhiyah sedikitpun, karena mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat menarik kemanfaatan, tidak dapat menolak bahaya, tidak memiliki hidup dan mati, tidak memiliki sedikitpun dari langit dan tidak pula ikut memiliki keseluruhannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

" Mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan." [Al Furqan: 3]

" Katakanlah: "Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat biji sawi pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, melainkan bagi orang yang telah diijinkan-Nya memperoleh syafaat " [Saba': 22-23]

" Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan." [Al A'raaf : 191-192]

Kalau demikian keadaan tuhan-tuhan itu, maka sungguh sangat tolol dan sangat batil bila menjadikan mereka sebagai ilah dan tempat meminta pertolongan.

b. Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah satu-satunya Robb, Pencipta, yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga mengakui bahwa hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat melindungi-Nya. Ini mengharuskan pengesaan uluhiyah (penghambaan), seperti mereka mengesakan rububiyah (ketuhanan) Allah.

Allah Ta'ala berfirman:

" Hai manusia, sembahlah Robbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." [Al Baqarah: 21-22]

" Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka?", niscaya mereka menjawab: Allah. Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?" [Az-Zukhruf : 87]

" Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab, "Allah." Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?" Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Robb kamu yang sebenarnya. Tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?" [Yunus: 31-32]

4. Mengimani Asma Dan Sifat Allah Subhanahu Wa Taala.

Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala yakni menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya dalam kitab suci-Nya atau sunnah rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif (penyelewengan), tanpa ta'thil (penghapusan), tanpa takyif (menanyakan bagaimana?), dan tanpa tamsil (menyerupakan).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

" Allah mempunyai asmaaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjaklan." [Al A'raaf: 180]

" Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [An Nahl: 60]

" Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." [Asy Syuura : 11]

Dalam perkara ini ada dua golongan yang tersesat, yaitu:

1. Golongan Muaththilah, yaitu mereka yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah atau mengingkari sebagiannya saja. Menurut perkiraan mereka, menetapkan nama-nama dan sifat itu kepada Allah dapat menyebabkan tasybih (penyerupaan), yakni penyerupaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhluk-Nya.

Pendapat ini jelas keliru karena:

a. Sangkaan itu akan mengakibatkan hal-hal yang bathil atau salah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan untuk diri-Nya nama-nama dan sifat-sifat, serta telah menafikan sesuatu yang serupa dengan-Nya. Andaikata menetapkan nama-nama dan sifat-sifat itu menimbullkan adanya penyerupaan, berarti ada pertentangan dalam kalam Allah serta sebagian firman-Nya akan menyalahi sebagian yang lain.

b. Kecocokan antara dua hal dalam nama atau sifatnya tidak mengharuskan adanya persamaan. Anda melihat ada dua orang yang keduanya manusia, mendengar, melihat, dan berbicara, tetapi tidak harus sama dalam makna-makna kemanusiaannya, pendengarannya, poenglihatannya, dan pembicaraannya. Anda juga melihat beberapa binatang yang punya tangan, kaki, dan mata, tetapi kecocokannya itu tidak mengharuskan tangan, kaki, dan mata mereka sama. Apabila antara makhluk-makhluk yang cocok dalam nama atau sifatnya saja jelas memiliki perbedaan, maka tentu perbedaan antara Khaliq (Pencipta) dan makhluk (yang diciptakan) akan lebih jelas lagi.

2. Golongan Musyabbihah, yaitu golongan yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat, tetapi menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhluk-Nya. Mereka mengira hal ini sesuai dengan nash-nash Al Qur'an, karena Allah berbicara dengan hamba-Nya dengan sesuatu yang dapat dipahaminya. Anggapan ini jelas keliru ditinjau dari beberapa hal, antara lain:

a. Menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhluk-Nya jelas merupakan sesuatu yang bathil, menurut akal maupun syara'. Padahal tidak mungkin nash-nash kitab suci Al Qur'an dan Sunnah rasul menunjukkan pengertian yang bathil

b. Allah Ta'ala berbicara dengan hamba-hamba-Nya dengan sesuatu yang dapat dipahami dari segi asal maknanya. Hakikat makna sesuatu yang berhubungan dengan zat dan sifat Allah adalah hal yang hanya diketahui oleh Allah saja.

Apabila Allah menetapkan untuk diri-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, maka pendengaran itu sudah maklum dari segi maknanya, yaitu menemukan suara-suara. Tetapi hakikat hal itu dinisbatkan kepada pendengaran Allah tidak maklum, karena hakikat pendengaran jelas berbeda, walau pada makhluk sekalipun. Jadi perbedaan hakikat itu antara Pencipta dan yang diciptakan jelas lebih jauh berbeda.

Apabila Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitakan tentang diri-Nya bahwa Dia bersemayam di atas Arasy-Nya, maka bersemayam dari segi asal maknanya sudah maklum, tetapi hakikat bersemayamnya Allah itu tidak dapat diketahui.

Buah Iman kepada Allah:

1. Merealisasikan pengesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut kepada yang lain, dan tidak menyembah kepada selain-Nya.

2. Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi.

3. Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.

Diambil dari Kitab Prinsip Dasar Keimanan (Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin)